RSS

KOLESISTEKTOMI

oleh. Dewi Lestari Handayani

Kolesistitis dengan kolelitiasis

Kolesistitis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungan denagn batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi pada kandung empedu. Batu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolesteol, kalsium, bilirubinat, atau campuran, disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu. Batu empedu dapat terjadi pada duktus koleduktus, duktus hepatica, dan duktus pancreas. Kristal dapat juga terbentuk pada submukosa kandung empedu menyebabkan penyebaran inflamasi. Kolesistitits akut dengan kolelitiasis biasanya diterapi melalui bedah.


Pemeriksaan lab dan pemeriksaan diagnostik

  1. Pemeriksaan darah lengkap : leukositosis sedang (akut)
  2. Bilirubin dan amylase serum: Meningkat
  3. Enzim hati serutm-AST (SGOT); ALT (SGPT); LDH; agak meningkat; alkalin fosfat dan 5 nukleotidase: Ditandai peningkatan obstruksi bilier
  4. Kadar protrombin: Menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan absorpsi vitamin K.
  5. Ultrasound: Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu dan atau duktus empedi (sering merupakan prosedur diagnostic awal)
  6. Kolangiografi transhepatik perkutaneous: Pembedahan gambaran dengan fluoroskopi antara penyakit kandung empedu dan kanker pancreas (bila ikterik ada).
  7. Kolesistogram (untuk kolesistitis kronik): Menyatakan batu pada system empedu. Cairan: Kontraindikasi pada kolesistitis karena pasien terlalu lemah untuk menelan zaat lewat mulut.
  8. CT Scan: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan membedakan antara ikterik obstruksi /non obstruksi.
  9. Scan Hati (dengan zat radioaktif): Menunjukan obstruksi percabangan bilier.
  10. Foto abdomen (multiposisi): Menyatakan gambaran radiology (kalsifikasi) batu empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.
  11. Foto dada: menunjukan pernapasan yang menyebabkan nyeri.


Kolesistografi
Kolesistografi oral merupakan suatu pemeriksaan sinar x yang digunakan untuk visualisasi batu empedu. Zat kontras (radiopaque) diminum pada malam sebelumnya dan memerlukan waktu 12-24 jam bagi zat kontras untuk terkonsentrasi di dalam kandung empedu. Kontras pertama diserap oleh usus halus, kemudian hepar; diekskresi dalam empedu, dan dikonsentrasi dalam kandung empedu. TIdak berfungsinya sel hepar dapat menghambat ekskresi zat kontras.

Bila kandung empedu tidak dapat divisualisasi dengan menggunakan zat kontras oral, dapat dilakukan kolangiografi IV. Jika akan dilakukan foto sinar x saluran GI, sebaiknya dilakukan sinar x kandung empedu lebih dahulu karena barium dapat mengganggu hasil pemeriksaan.


Risiko post operasi terkait dengan penyakitnya.

  1. Empiema, gangrene, atau perforasi.
  2. Perdarahan
  3. Gangguan integritas kulit

Strategi untuk mengurangi keluhannya

Intervensi akut.

Tujuannya adalah terapi untuk mengurangi rasa yeri, mengurangi rasa mual dan muntah, memberikan kenyamanan dan dukungan emosional klien, memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi, melakukan pengkajian akurat untuk perawatan yang efektif, dan mengobservasi apabila adanya komplikasi.

  1. Nyeri

Pada klien dengan penyakit yang menyebabkan klien harus dilakukan kolesistektomi, akan muncul tanda-tanda nyeri pada kuadran atas kanan. Rasa nyeri dapat berupa nyeri akut dan disertai oleh mual dan muntah, lemah, dan diaforesis.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam manajemen nyeri:

    1. memberikan posisi yang nyaman kepada klien. Dengan memberikan posisi fowler, akan menurunkan tekanan intraabdomen dan pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alamiah.
    2. Dorong menggunakan teknik relaksasi, seperti bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan napas dalam. Hal tersebut dapat dilakukan saat dilakukan pendidikan kesehatan atau pada saat waktu senggang
    3. Untuk kolaborasi, klien dapat diberikan medikasi untuk menghilangkan rasa nyerinya agar klien merasa rileks.
  1. Cemas

Mengurangi rasa kecemasan klien

Pembedahan itu adalah suatu hal yang menakutkan dan membuat klien cemas. Ada beberapa alasan mengapa pasien merasa takut terhadap tindakan pembedahan, namun yang paling utama bagi klien adalah potensial kematian atau kecacatan permanent akibat pembedahan. Terkadang, rasa takut tersebut meningkat saat pasien membaca atau mendengar hal-hal yang ada dalam informed consent. Alasan lainnya yaitu berupa nyeri, perubahan citra tubuh, atau akibat prosedur diagnostik. Pada ketakutan akan kematian, perawat harus menyadari jika klien memiliki ketakutan akan kematian yang tinggi. Dengan melakukan pendekatan, menemani klien dan mendengarkan keluh kesah klien diharapkan level ketakutan klien dapat berkurang.

Ketakutan akan rasa nyeri dan ketidaknyamanan selama dan setelah pembedahan merupakan hal yang umum. Jika rasa takut yang muncul begitu ekstrem, perawat harus mengingatkan anesthesia care provider (ACP) sehingga medikasi preoperatif dapat diberikan secara tepat. Perawat juga dapat memberi keberanian pada klien untuk berbicara dengan ACP untuk mengklarifikasi.

Ketakutan akan mutilasi dan gangguan citra tubuh dapat muncul jika pembedahan tersebut begitu radikal. Melakukan kolesistektomi dengan klien yang memiliki riwayat DM 3 tahun yang lalu dapat beresiko memperlambat proses penutupan luka bedah atau bahkan dapat menimbulkan bekas luka pada daerah tersebut. Perawat harus mendengarkan dan mengkaji tentang aspek pembedahan ini dengan terbuka.

Ketakutan terhadap anestesi dapat juga muncul karena klien mungkin takut tidak dapat sadar kembali pasca dilakukan anestesi.

Perawat yang menemukan ketakutan-ketakutan tersebut dapat berkonsultasi dengan pihak keluarga klien untuk memberikan semangat dan mengurangi tingkat kecemasan klien. Akan tetapi, karena anggota keluarga klien sibuk, perawat dapat menggantikan posisi tersebut, setidaknya untuk memberikan rasa tenang dan nyaman pada klien, serta memberikan harapan pada klien terhadap pembedahan yang akan dijalankan. Biasanya, hal-hal yang bersifat religius dapat menjadi koping pada kecemasan klien, maka perawat dapat mengajak klien sering berdoa dan melakukan rutinitas religinya demi mengurangi rasa kecemasan klien.

Intervensi kolaboratif.

Klien tidak dapat tidur semalaman. Mungkin hal tersebut salah satunya disebabkan oleh rasa kecemasan yang begitu tinggi terhadap pembedahan yang akan dijalani klien. Umumnya pasien akan merasa cemas saat akan dilakukan operasi, oleh karena itu perawat dapat melakukan intervensi kolaborasi dengan memberikan sedasi pada malam sebelum operasi untuk menenangkan pasien. Pemberian sedasi juga dapat meningkatkan tingkat istirahat klien, merilekskan otot halus dan menghilangkan nyeri. Karena keluarga klien sibuk, dengan suami yang bekerja di luar kota dan anak-anaknya yang sekolah/kuliah, klien tidak dapat membagi rasa cemasnya terhadap operasi yang akan dijalaninya. Perawat dapat menyediakan waktu untuk mendengarkan apa yang klien rasakan dan lebih sering menemani klien sebelum dilakukan pembedahan. Hal tersebut dapat membantu dalam menghilangkan cemas dan memusatkan kembali perhatian yang dapat menghilangkan nyeri.

  1. Risiko defisit nutrisi dan intake cairan

Klien mungkin merasa mual sehingga merasa tidak nyaman jika mengkonsumsi, atau dapat juga karena rasa nyeri yang ia rasakan dan rasa cemas yang membuat klien kehilangan nafsu makannya. Hal tersebut dapat dibantu dengan memberikan intervensi-intervensi yang tersebut diatas dan disertai dukungan emosional kepada klien. Jika klien merasa mual, perawat dapat melakukan terapi seperti menghindarkan klien dari lingkungan yang berbau, memberikan suasana yang menyenangkan pada saat makan, serta konsul tentang kesukaan/ketidaksukaan klien, makanan yang menyebabkan distress, dan jadwal makan yang disukai.


Persiapan yang harus dilakukan sebelum operasi

Pada laparoscopic cholecystectomy, ada beberapa kontraindikasi yang menghambat jalannya pembedahan, yaitu peritonitis, cholangitis, gangrene atau perforasi kandung empedu, hipertensi portal, dan gangguan perdarahan serius. Berdasarkan hal tersebut, sebelum operasi, pastikan bahwa tekanan darah klien normal mengingat klien memiliki sejarah hipertensi pada 1 tahun yang lalu.



Referensi:

Doengoes, Marilynn E.; Moorhouse, Mary Frances; Geissler, Alice C. (2000). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC. (alih bahasa: I made Kariasa S.Kp; Ni Made Sumarwati, S.Kp)

Kee, Joyce LeFever. (1997). Buku saku: Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. (Edisi 2). Jakarta: EGC. (alih bahasa: Easter Nurses)

Lewis, et.al. (). Medical surgical nursing: Assesment and management of clinical problems. (1st ed.). Philadelphia: Mosby Elsevier.

Lewis, et.al. (). Medical surgical nursing: Assesment and management of clinical problems. (2nd ed.). Philadelphia: Mosby Elsevier.

Perhimpunan perawat kamar bedah Indonesia. (2009). Buku panduan dasar-dasar keterampilan bagi perawat kamar bedah. Jakarta: Penerbit HIPKABI Press.

0 comment(s):