RSS
Showing posts with label pediatric. Show all posts
Showing posts with label pediatric. Show all posts

Blount disease

Please do not reupload without permission

oleh. Dewi Lestari Handayani, S.Kep

Definisi

Blount disease (tibia vara) merupakan gangguan pertumbuhan terlokalisasi pada epifisis proksimal yang mengakibatkan deformitas progresif dengan angulasi varus di bawah lutut.

Etiologi
Banyak faktor yang berhubungan dengan penyebab penyakit ini. Blount disease terjadi pada anak-anak dan remaja, penyebabnya masih belum diketahui secara pasti tapi diperkirakan karena:
a. Kelebihan BB anak
b. Berjalan secara dini (<1th)
c. Pasien dengan torsi tibialis internal

Klasifikasi
a. Infantile blount disease
Yaitu genu varum patologis pada anak 0-4 tahun

b. Juvenile blount disease
Yaitu genu varum patologis pada anak 4-10 tahun

c. Adolescent blount disease
Yaitu genu varum patologis pada anak lebih dari usia 10 tahun

Patofisiologi
Pada anak usia kurang dari 2 tahun umumnya, kaki yang menekuk ke dalam itu merupakan sesuatu yang normal sehingga disebut genu varum fisiologis. Pada anak dengan genu varum fisologis ini, kondisi kaki perlahan-lahan meningkat menjadi lurus pada usia 18 bulan hingga seterusnya seiring dengan pertumbuhan anak. Pada usia 3-4 tahun, kaki akan menjadi lurus dan normal.
Blount disease ini terjadi dimulai saat kondisi kaki yang menekuk ke dalam ini tidak mengalami perkembangan yang baik di usia 2-4 tahun. Kaki yang tampak seperti membungkuk ini kemudian membuat tulang berkembang secara abnormal sehingga semakin lama kondisi semakin buruk. Di samping itu, di saat kaki terus berkembang secara abnormal, anak dipaksa untuk berjalan dengan lutut yang menonjol keluar dan terus mengalami perburukan. Hal ini sering disertai dengan kondisi yang disebut tibia torsi internal, jari-jari kaki yang berubah ke dalam. Dalam kondisi ini, anak memiliki kecenderungan untuk lebih sering terjatuh.

Manifestasi Klinis
Satu atau dua kaki berputar ke dalam, disebut "bowing atau membungkuk" dan:
a. terlihat sama pada kedua kaki
b. terjadi hanya pada bagian di bawah lutut
c. mengalami perburukan secara cepat

Masalah keperawatan yang mungkin terjadi:
a. Hambatan berjalan
b. Perubahan nutrisi: lebih dari kebutuhan
c. Risiko cedera
d. Gangguan citra tubuh

Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan Radiologi (X ray)
  • Metaphyseal beaking
  • Metaphyseal-diaphyseal angle (Dreaman) >16 degree
  • Tibiofemoral angle

Terapi
a. Brace, Pada infantile blount disease, namun penggunaan brace ini tidak efektif jika diberikan pada anak yang lebih besar
b. Pembedahan, dapat dilakukan sejak 4 tahun dan dapat menghentikan perburukan dan mencegah kerusakan permanen pada area pertumbuhan tibia.

Daftar Pustaka

De Oria, Matthew J. Blount disease. http://emedicine.medscape.com/articles/1250420-overview (diakses pada 25 Januari 2012 pukul 00:58 WIB)
Kaneshiro, Neil K. Blount disease. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001584.htm (diakses pada 25 Januari 2012 pukul 1:04 WIB)
Krieger, Sharon M. (1999). Pediatric nurse practitioner: Pearls of wisdom. Boston: Boston medical publishing
Moore, Derek. Infantile blount's disease (tibia vara). http://www.orthobullets.com/pediatrics/4050/infantile-blounts-disease-tibia-vara (diakses pada 25 Januari 2012 pukul 1:02 WIB)

Patofisiologi Necrotizing Enterocolitis

Please do not reupload without permission

-Dewi Lestari Handayani, 0706270371-

Etiologi
Penyakit ini paling sering muncul pada neonatus yang sakit dan merupakan kedaruratan bedah yang paling sering terjadi di antara bayi baru lahir. Skala penyakitnya berbeda-beda, dari yang rendah (dapat sembuh sendiri) sampai berat (inflamasi dan nekrosis menyebar pada lapisan mukosa dan submukosa usus). Penyebab utama terjadinya necrotizing enterocolitis (NEC) yaitu: iskemi pada saluran intestinal, kolonisasi bakteri pada intestine, dan pemberian susu formula, dan gangguan pertahanan pada host. Iskemia dan agen infeksi merupakan faktor predisposisi awal terjadinya NEC, faktor lainnya seperti mediator inflamasi (sitokin), radikal bebas, produk fermentasi bakteri dan toksin, diduga memperparah proses penyakit. Meskipun demikian, patogenesis NEC masih menjadi misteri.

1. Imunitas bayi

Bayi yang memiliki imunitas rendah dan saluran GI yang belum matur, memiliki kemungkinan untuk terserang NEC. Pada saat lahir, mukosa usus bayi belum memiliki antibodi imunoprotektif utama di gastrointestinal, IgA. Karena ASI memiliki faktor protektif nonspesifik dan spesifik seperti sel imunokompeten, IgA, laktoferin, lisozim, dan lactobacillus bifidus growth factor, ASI dapat mengurangi insiden dan keparahan NEC. Pada saluran gastrointestinal yang belum matur, usus belum mampu mencerna makanan dengan baik, terutama makanan-makanan formula. Ditambah lagi, barrier mukosa belum berkembang dengan baik, sehingga dapat terjadi translokasi bakteri dan antigen makanan yang tidak tercerna ke lamina propia sehingga mengaktivasi sel peradangan.

2. Iskemia dan kolonisasi bakteri

Saat mengalami keterbatasan perfusi, terjadi mekanisme pertahanan ubuh yang melindungi otak dan jantung dari kerusakan akibat iskemik, yaitu aliran darah di tubuh diprioritaskan untuk dialirkan ke dua organ tubuh tersebut dengan memindahkan aliran darah dari mesentrika dan renal. Aliran darah mesentrika berada pada prioritas yang sangat rendah saat terjadi hipoksia, sehingga pada neonatus yang mengalami asfiksia, aliran darah ke abdomen, ileum, dan koon menurun drastis selama episode tersebut.
Apabila terjadi gangguan regulasi di mesentrika menuju intestin, maka akan terjadi hipoksia pada area organ tubuh yang mendapatkan aliran darah dari mesentrika yang mencetuskan terjadinya injuri dan disrupsi pada mukosa epitel intestinal. Saat hal tersebut terjadi, bakteri dapat dengan mudah masuk pada area injuri dan mengakibatkan kerusakan jaringan, termasuk nekrosis dan ulserasi.

Skema:
Gangguan regulasi di mesentrika -> bowel ischemia -> injuri dan disrupsi mukosa epitel intestinal-> bakteri masuk ke area injuri -> kerusakan jaringan -> nekrosis, ulserasi.

3. Feeding process

Pada neonatus, terjadi malabsorpsi parsial terhadap konstituen lemak dan karbohidrat pada susu akibat organ tubuh yang belum matur, bakteri-bakteri fermentasi membentuk asam organik, karbon dioksida, dan gas hidrogen hasil nutrient yang tersisa. Saat NEC berkembang, neonatus mengalami kehilangan karbohidrat yang besar pada intestine, mengakibatkan penurunan substansi pada feses dan hydrogen-filled cysts diantara mukosa usus.

Skema:
Feeding process -> Terbentuk gas hydrogen -> gas hydrogen terpenetrasi, terjadi perforasi dinding usus -> gas masuk ke jaringan submukosa (pneumatosis instinalis) & dapat robek ke dalam bantalan vaskular mesentrika

Patofisiologi secara umum
Patogenesis NEC sulit untuk dipahami dan kontroversial, meskipun demikian, patogenesis NEC adalah multifaktor. Ada tiga mekanisme patologis utama dalam proses terjadinya NEC: cedera iskemik pada usus, kolonisasi bakteri usus, dan adanya suatu substrat seperti formula.

Cedera hipoksik/iskemik menyebabkan aliran darah ke usus menurun. Hipoperfusi usus ini selanjutnya merusak mukosa usus, dan sel mukosa yang melapisi usus menghentikan sekresi enzim protektif. Bakteri yang berproliferasi dibantu oleh makanan enteral (substrat), menginvasi mukosa usus yang rusak sehingga terjadi kerusakan usus lebih lanjut karena pelepasan bakteri dan gas hidrogen. Gas mulanya membelah lapisan serosa dan submukosa usus (pneumatosis intestinalis). Gas tersebut juga dapat robek ke dalam bantalan vaskular mesentrika, yang akan didistribusikan ke dalam sistem vena hepar. Tiksin bakterial yang berkombinasi dengan iskemia mengakibatkan nekrosis. Nekrosis usus yang sangat tebal mengakibatkan perforasi dengan pelepasan udara bebas ke dalam ronga peritoneal (pneumoperitoneum) dan peritonitis.




Referensi
Betz, Cecily Lynn; Sowden, Linda A. (2009). Buku saku keperawatan pediatri. Ed.5. Jakarta: EGC (alih bahasa: Eny Meiliya).
Caplan, Michael S; Jilling, Tamas. The pathophysiology of necrotizing enterocolitis. ---
McMillan, Julia A; Feigin, Ralph D; DeAngelis, Catherine; Jones, M.Douglas. (2006). Oski’s pediatrics: principles and practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Willkins.

COMMON COLD

oleh. Dewi Lestari Handayani


Common cold adalah suatu infeksi virus pada selaput hidung, sinus dan saluran udara yang besar.

Berbagai virus yang berbeda menyebabkan terjadinya common cold:

  • Rhinovirus
  • Virus influenza A, B, C
  • Virus Parainfluenza
  • Virus sinsisial pernafasan.

Semuanya mudah ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita. Setidaknya ada 100 jenis virus penyebab common cold ini. Penyakit ini akan sembuh dengan sendirinya karena virus-virus ini adalah self limiting artinya akan mati dengan sendirinya bila masa inkubasi telah berakhir.

Walaupun infeksi biasanya pada saluran napas atas namun sering menyebar ke saluran napas bawah menimbulkan trakeitis, bronchitis, atau pneumonitis. Pada saluran napas atas virus ini menyebabkan nekrosis dan deskuamasi epitel bersilia disertai sebukan padat sel radang terutama limfosit. Penyebaran infeksi ke saluran napas bawah atau paru, menyebabkan nekrosis serta sel pelapis alveoli mengelupas, histologik merupakan gambaran pneumonitis virus. Common cold menyebabkan komplikasi seperti pneumonia bacteria sekunder, pneumonia virus primer dan meningkatkan tahap serangan penyakit kronik yang sedia ada.


Periode prepatogenesis dan patogenesis common cold

1. Prepatogenesis dimulai kurang dari 24 jam

2. Masa inkubasi virus berlangsung sekitar 1-3 hari

Biasanya gejala awal berupa rasa tidak enak di hidung atau tenggorokan.
Kemudian penderita mulai bersin-bersin, hidung meler dan merasa sakit ringan. Tanda-tanda sistematik common cold mulainya mendadak dan meliputi demam, menggigil, nyeri kepala, mialgia, nyeri lumbosakral, dan sangat lemah.

3. Patogenesis biasanya berlangsung sekitar 4-10 hari.

Sesak nafas dengan/ tanpa sumbatan hidung, bersin-bersin, tenggorokan gatal, hidung meler (sekret hidung menjadi lebih kental, berwarna kuning-hijau dan jumlahnya tidak terlalu banyak.), batuk, suara serak, lemas, sakit kepala, demam (biasanya ringan). Gejala biasanya akan menghilang dalam waktu 4-10 hari, meskipun batuk dengan atau tanpa dahak seringkali berlangsung sampai minggu kedua.

Pencegahan common cold

  • Jagalah kebersihan diri dan lingkungan. Banyak virus common cold yang ditularkan melalui kontak dengan ludah yang terinfeksi, karena itu untuk mengurangi penularan sebaiknya sering mencuci tangan, membuang tisu kotor pada tempatnya serta membersihkan permukaan barang-barang.
  • Vitamin C dosis tinggi (2000 mg per hari) belum terbukti bisa mengurangi resiko tertular atau mengurangi jumlah virus yang dikeluarkan oleh seorang penderita.


Referensi:

Ika. Influenza, common cold dan infeksi h.influenzae. http://www.miisonline.org/2008/07/01/315/ . (Diakses pada 15 Ferbruari 2009 pukul 9:36)

Nurcahyo. Common cold. http://www.indonesiaindonesia.com/f/11298-common-cold/. (Diakses pada 15 Ferbruari 2009 pukul 9:38)

Pritasari, Dian. Common Cold. http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?attId=912&page=Dian%20Pritasari. (Diakses pada 15 Ferbruari 2009 pukul 9:34)